Momentum dan tahapan pemilihan
Kepala Daerah serentak di se-Indonesia telah berakhir kemarin tanggal 17
Februari 2016. Terlepas dari persoalan sengketa dari sebagian kepala daerah
yang masih bergulir di Mahkamah Konstitusi, proses pengucapan sumpah yang
ditandai dengan pelantikan serentak kepala daerah dan wakil kepala daerah
terpilih se-Indonesia berjalan hikmat dan lancar. Dengan demikian kita sebagai
masyarakat tinggal menunggu aksi nyata dari janji mereka yang telah disampaikan
pada masa kampanye lalu.
Tentunya untuk merealisasikan
program, para kepala daerah dan wakil kepala daerah sudah pasti bergerak sesuai
dengan visi-misinya. Visi yang kemudian menjadi dasar dalam mewujudkan
pembangunan daerah. Seperti dalam catatan F.D.
Nasir, apabila kita ingin mencapai suatu kondisi yang lebih baik pada masa
yang akan datang, maka keinginan tersebut akan mudah dicapai apabila kita
memiliki gambaran yang jelas. Visi adalah melihat sejauh mungkin ke depan,
bertitik tolak dari apa yang kita lihat di masa kini. Inilah yang disebut
“visi”, visi merupakan gambaran yang kita lihat pada masa yang akan datang.
Ringkasnya visi adalah mimpi, tetapi mimpi yang mungkin menjadi kenyataan (dream come true), bukan utopia
(khayalan) tanpa pijakan. Dengan kata lain visi merupakan mimpi yang
berlandaskan kenyataan.
Berangkat dari pandangan tersebut,
maka Visi bukanlah angan-angan yang jauh tinggi melayang tanpa pijakan atau
sadaran. Dengan kata lain visi adalah cara pandang kita tentang diri dan
lingkungan seperti organisasi, daerah, wilayah regional, dan lain sebagainya.
Pandangan itu tentang prototype masa depan yang diinginkan atau diimpikan, namun
tetap bertitik tolak dari realitas atau kenyataan yang ada. Kenyataan artinya
kondisi empirik yang ada, dalam konteks pembangunan daerah yang dimaksud adalah
potensi yang ada yang dapat kita gunakan atau berdayakan untuk mengejar “mimpi”
tersebut.
Nah, untuk Provinsi Maluku Utara
umumnya dan Kota Ternate secara khusus, yang secara totalitas memiliki karakter
budaya yang kuat, yang sudah mengakar dari zaman dahulu sejak hadirnya Kerajaan
Ternate, sudah tentu harus mempunyai visi yang berlandaskan kearifan lokal.
Masih teringat jelas ketika saya pertama kali bertemu dengan Kang Dedi Mulyadi
(Bupati Purwakarta) pada oktober 2013 silam di Bandung, beliau begitu
terperinci menjelaskan visi pembangunan daerah yang bertolak dari kearifan
lokal.
Beliau
mengatakan “hal yang paling terpenting dalam mewujudkan pembangunan adalah
bagaimana mengembangkan sesuatu itu berdasarkan potensi yang dimiliki atau
berdasarkan karakter yang dimiliki”. Kita memiliki potensi perikanan, perkebunan,
berbagai potensi yang dimiliki. Termasuk potensi-potensi yang bersifat identiti
lokal masyarakat..
Nah,
kerangka itulah yang perlu dikembangkan. Karena, tidak ada kekuatan untuk
membangun sebuah bangsa kecuali berasal dari kekuatan bangsa itu sendiri.
Kekuatan bangsa sebenarnya kan kekuatan kultur wilayahnya. Kekuatan kultur
wilayahnya ditopang oleh kekuatan manusianya. Sehingga menurut saya, setiap
orang harus terintegrasi dengan potensi di sekitarnya. Nah, inilah yang ingin
dikembangkan. Dalam sisi idealisme, ini sebenarnya sebuah kerangka berpikir
jangka panjang yang tidak mungkin dicapai dalam waktu lima tahun. Tetapi obsesi
harus dimiliki oelh kepala daerah saat ini adalah meletakkan kerangka dasar
yang kuat.
Karena
selama ini, ketika memimpin sebuah daerah, kebanyakan ingin membuat yang instan
saja dan berpikirnya dalam parameter lima tahun atau parameter sepuluh tahun.
Yang pastinya kita semua ingin setiap kepala daerah membangun parameter jauh
lebih ke depan dengan memanfaatkan waktu yang lima tahun ini membuat fondasi
yang kuat tentang Kota Ternate. Karena dengan kekuatan itulah kita akan
mempunyai daya tahan.
Yang
ingin saya katakan bahwa, ketika kita mempunyai keyakinan untuk melakukan
sebuah perubahan maka yang terpenting adalah bagaimana kita sebagai individu
dan juga masyarakat ikut merumuskan visi pembangunan daerah dengan merujuk pada
kearifan lokal, sebagai identitas kita, dengan sungguh-sungguh/ikhlas dalam
bekerja. Besar harapan kami kepada Walikota dan Wakil Walikota yang baru bisa mengaplikasikan
hal tersebut, karena sesungguhnya kita sebagai putra daerah tentunya ingin
menghindari apa yang disebut dengan “Orang Ternate hilang ke-Ternate-annya”.